.::klik donk dapet duit.::.

cerpen

Cerpen remaja

Hilangnya Rasa yang Murni
                                                                                                              


Saat semua remaja sedang menata hatinya pada cinta yang sesungguhnya, dan merajut perasaan yang murni pada pujaan hatinya, ada satu insan yang sedang resah karena memikirkan dambaan hatinya. Paula merupakan gadis yang beranjak dewasa dan sedang meniti karirnya di bidang sastra. Paula sangat mencintai kesastraan, karena menurutnya sebuah sastra adalah karya yang datang dari hati, bukan dari keegoisan. Di bandung ini, ada seorang laki-laki yang begitu dekat dengannya. Tapi bukan pacar, melainkan hanya seorang teman. Paula merupakan warga pindahan yang masih belum begitu akrab dengan lingkungannya. Tapi Dika dengan tulus mau menjadi teman paula. Seiring dengan waktu, hubungan mereka semakin dekat layaknya “best friend”. Paula begitu enjoy menjalani kehidupannya yang sekarang dengan di dampingi sahabat seperti Dika.
 Sampai pada suatu saat Dika menyukai perempuan yang bernama ana. Pada awalnya, paula turut senang karena dika dapat menyukai seorang cewek. Tapi seiring berjalannya waktu, paula mulai meresakan perasaan yang aneh terhadap dika. Sampai dika jadian dengan perempuan itu pun paula tetap meresa ada yang ganjal. Ternyata paula sadar ternyata sesungguhnya paula sangat mencintai dika. Paula benar-benar bingung atas perasaannya sekarang. Dia sangat menyesal, mengapa tidak dari dulu dia menyatakan cintanya ini, dan baru sekarang ini dia menyadari bahwa dika adalah cinta pertamanya. Tapi paula tetap bertingkah seperti biasanya di hadapan dika, karena sesungguhnya paula tidak ingin dika makin menjauhinya karena nantinya dika akan tau perasaan paula yang sesungguhnya. Paula tetap menjadi sahabat dika seperti biasanya tanpa dika tau bahwa paula mencintainya.
            Pada pagi hari saat paula pergi ke kampus, dia menjumpai dika sedang bergabung dengan teman-temannya. Seperti biasa dika selalu dingin. Memang seperti itulah sifat dika, dingin tapi menyenangkan. Tanpa dika tau, paula langsung masuk ke dalam kelas. Paula tidak menyapa siapapun, karena memang hari itu hatinya sedang tidak ingin di ganggu. Dia terus berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai 3. setelah sampai, seperti biasanya, dia mencari tempat duduk tepatnya baris kedua dari depan. Memang bangku itu selalu menjadi incaran bagi para mahasiswa di situ. Tidak lama kemudian, jam perkuliahan di mulai. Kebetulan di samping bangku paula, ada bangku yang masih kosong. Saat dika memasuki kelas, dika duduk di samping paula yang sedang serius mengeluarkan alat tulisnya itu.
“ la, kamu kenapa sih? Kok nggak seperti biasanya? Kok hari ini kamu jadi anak yang pendiam?”
Dika pun membuka pembicaraan dengan kalimat basa-basi yang cukup membuat hati paula bergetar.
“ ah, nggak pa-pa. aku hanya ingin sendiri aja. Kamu sendiri gimana sama ana? Apa baik-baik saja?”
Paula pun memberi tanggapan atas sapaan dika tadi. Sebenarnya, paula sangat tidak ingin diganggu, karena hatinya lagi suntuk. Di rumahnya sedang ada konflik, paula merupakan anak yang memiliki hati lembut. Maka dari itu, ia sering menjadi pelampiasan dari masalah yang ada di keluarganya.
“kamu jangan mengalihkan pembicaraan, aku tau kamu ada masalah. Ceritalah la, biar hatimu sedikit lega. ”
Diki terus memaksa paula untuk bercerita agar dapat meringankan baban hati paula, walaupun hanya sedikit. Walaupun begitu, paula bersih keras tidak mau bercerita.
“ sudahlah dik, kamu nggak usah seperti ini. Aku bilang, aku nggak pa-pa! kamu jangan ganggu aku lagi!”
Paula pun pergi meninggalkan ruangan dan meninggalkan dika.
“ paula tunggu!”
Paula tak melihat kearah dika sedikitpun. Dia pergi menuju gedung tua yang berada di dekat kampus. Gedung itu sudah lama kosong tapi tidak menakutkan sama sekali. Justru di tengah-tengah gedung itu terdapat tanah hijau yang indah. Memang di luarnya tampak seram, tapi bagi yang berani masuk, akan menemukan keindahan yang luar biasa.
Paula pun melangkah kearah bangku yang berada di ujung tanah kosong itu. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran yang berada di kursi itu. Ia memandang jauh kearah lelangitan yang luas di sana. Dia selalu merasakan kedamaian saat berada di sana. Hatinya terasa tak ada yang mengusik dan menyakitinya. Dia berfikir jauh, apakah yang sedang direncanakan oleh yang maha kuasa untuk dirinya. Mengapa selalu ada saja masalah yang mengganggu hidupnya. Namun tak lama kemudian, ia disadarkan bahwa ini memang jalan hidup seseorang. Ia yakin bahwa seriap permasalahan yang dihadapinya akan menemukan jalan keluar yang baik dan tepat bagi drinya. Ia mulai menghirup udara yang masih segar karena embun belum kering di dedaunan yang ada di sekitar gedung itu. Ia memandang salah satu pohon yang ada di sana ia berfikir, begitu kuatnya pohon yang ada di sana itu. Tanpa ada yang merawat, tanpa ada yang menyayangi, dan tanpa dilimpahi kasih sayang dari seseorang, pohon itu tetap hidup. Itu karena ia yakin pasti ada yang membuatnya kuat dan kokoh. Pohon itu terlihat begitu indah dan rindang. Paula pun berpikir, mengapa dirinya harus memperlihatkan kelemahannya, tanpa mensyukuri yang ada di sisinya saat ini. Ia sangat menyesal atas perilakunya tadi kepada dika.
Setelah selesai menenangkan diri, ia kembali ke kampusnya dan menuju kelas di lantai 3 itu.
Paula mendapati dika sedang duduk sendiri di deka kaca. Perlahan paula menghampiri dika.
“ hai dik,”
Dika pun diam mendengar sapaan paula. Dika terkesan marah di hadapan paula itu. 
“ dik, kamu marah ya? Aku minta maaf ya? Aku tau tadi aku nggak seharusnya kasar sama kamu. Aku tau kamu berniat baik. Tapi aku tadi benar-benar nggak bisa berfikir jernih. Kamu, mau kan maafin aku? Plizzz”
Dika terdiam. Paula pun kecewa dengan perlakuan dika itu. Paula pun hendak meninggalkan tempat dika.
“ siapa juga yang marah! Kurang kerjaan marah-marah nggak jelas.”   
Paula pun langsung mengembangkan senyumnya.
“ tuh kan, aku tau kamu nggak akan bisa marah sama aku. Aku kan orangnya ngangenin.”
“ GR…… justru tadi pas nggak ada kamu, aku bisa lirik sana lirik sini. Nggak ada yang ngelarang.”
“ih, aku kan ngelarang kamu soalnya kamu udah punya cewek. Dasar lo..”
“ iya-iya. Aku juga tadi pas kamu tinggal ngerasa kesepian. Soalnya…”
“ soalnya apa?”
“ soalnya nggak ada yang Bantu aku cari cewek lagi.”
Mereka pun kembali bercanda seperti dulu lagi. Begitulah sifat dika. Dia memang menjengkelkan, tapi justru itu yang membuat paula semakin suka dengan dika.
Hari-hari kembali seperti biasanya. Dika pun kembali bergurau dengan paula. Kuliah pun usai, paula hendak mengajak dika pergi ke tanah hijau yang indah itu guna menenangkan hati paula yang sedang risau. Namun, pada saat paula hendak mendekati dika yang sedang duduk di samping kaca itu, ana terlebih dahulu menghampiri dika. Paula melihat apa yang sedang terjadi, mereka berdua tampak akrab sekali. Itu semua membuat hati paula semakin sakit. Entah kenapa paula selalu cemburu jika ada wanita lain yang mendekati dika, walaupun itu pacar dika sendiri.
Paula pun mengurungkan niatnya untuk mengajak dika. Setiap ada waktu luang, memang paula selalu datang ke tanah hijau itu. Maka dari itu, sekarang pun ia tetap pergi walaupun tetap sendiri. Paula mulai melangkahkan kakinya tanpa berpamit kepada dika yang sedang asyik dengan ana. Paula berjalan dengan sedikit melamun, tanpa sengaja di tengah perjalanan, ia menabrak seseorang yang sedang berjalan pula. Dilihatnya wajah orang itu. Ternyata seorang pria dengan membawa setumpuk kertas di tangannya. Kertas-kertas itu pun terjatuh berantakan. Paula pun membantu membereskan kertas-kertas itu.
“ maaf, saya tidak sengaja.”
“ nggak pa-pa kok. Kamu…. paula kan?”
Sejenak paula kaget, ternyata pria itu adalah andre, pacar pertama paula.
“ kak andre…”
Pria itu tersenyum menawan. Lalu pria itu menjawab
“ iya. Kamu masih ingat ya…”
Paula pun tersipu malu, karena ternyata pria itu adalah mantan pacarnya, sekaligus kakak temannya sendiri.
“ ya iyalah aku ingat kak. Tadi maaf ya? Aku nggak sengaja.”
“ iya nggak pa-pa kok. Kamu kuliah di sini? Jurusan apa?”
“ saya jurusan sastra. Kakak sendiri?”
“ saya jurusan teknik informatika. E.. kamu mau ke mana? Kok kelihatannya tergesa-gesa?”
“ saya mau ke sana kak. Kakak sendiri kelihatannya sibuk sekali.”
“ ah, nggak juga. Ini, saya Cuma mau menyerahkan ini pada dosen. Kamu mau ke gedung itu? Ngapain?”
“ Cuma mau menenangkan diri saja. Kakak ke sana saja kalau mau. Di sana menyenangkan kok kak.”
“ iya nanti saya menyusul. Sekarang saya tinggal dulu ya.”
“ iya kak”
Andre pun meninggalkan paula. Paula pun pergi beranjak menuju ke gedung. Kini paula agak sedikit tenang hatinya, karena dia telah bertemu dengan kak andre. Dulu, kak andre merupakan dambaan paula, karena menurutnya, kak andre merupakan orang yang sangat dewasa.
Dulu pada saat paula sedih, kak andre selalu menghiburnya dan siap mendengarkan apapun cerita dari paula. Sesampainya di tanah hijau, seperti biasanya paula pergi ke kursi yang ada di ujung taman. Dia merebahkan punggungnya di kursi itu. Kembali ia memandangi langit yang terlihat luas itu. Ia memikirkan apa yang sebenarnya ia rasakan terhadap dika. Apa benar ia mencintai dika… itulah rasa yang dirasakan paula setiap kali ia sedang memikirkan dika.
Selang beberapa saat, datanglah kak andre di belakang paula.
“ hai paula.. kok ngelamun sih? Hemmm, enak juga di sini. Adem juga”
“ eh kak andre. Ngagetin aja… kok cepet banget ke sininya… emang udah nggak ada tugas?”
“ yah, kalau masih ada tugas, nggak mungkin aku ke sini… aku ke sini itu buat ngehibur kamu. Kamu lagi sedih kan?”
Paula terdiam sejenak. Dia teringat dengan masa lalunya yang sempat jatuh hati pada kak andre. 
“ nggak kok kak. Aku hanya merenungi nasib saja. “
“ paula, merenungi nasib sendiri itu tidak baik. Kamu harus mensyukuri apapun yang kamu punya sekarang. Memangnya kamu merenungi apa sih?”
“ banyak masalah yang harus aku selesaikan kak. Terutama di keluarga aku. Ibuku sering sekali berkata yang tidak-tidak kepada ayahku. Aku menyesal sudah punya ibu tiri, aku ngerasa nggak ada yang sayang sama aku.”
Kak andre terdiam menatap mata paula yang mulai berkaca-kaca. Perlahan tangan andre menuju ke rambut paula. Ia perlahan mengusap rambut paula.
“ sudahlah paula, aku yakin kamu bukan orang yang mudah putus asa. Paula yang aku kenal dulu adalah gadis yang sangat tangguh dan tidak menyerah. Aku juga yakin kamu bisa melalui masalah ini. Yang penting, kamu nggak boleh merasa sendiarian. Karena mulai saat ini aku pasti ada buat kamu. Janji.”
Paula terdiam sejenak mendengar kata-kata andre yang menggetarkan itu.
“ ma,,, makasaih kak.”
“ la, aku juga ingin bilang sesuatu, aku mau minta maaf atas kesalahanku dulu. Saat itu aku nggak bisa datang karena dijalan motorku mogok. Dan gara gara aku kamu nggak jadi dapat beasiswa.”
“ aku sudah memaafkan kakak dari dulu kok.”
“ e.. kamu mau nggak ngasih aku kesempatan yang kedua? Aku janji aku nggak akan ngecewain kamu..”
Paula sangat kaget mendengar perkataan andre.
“ maaf kak, aku nggak bisa ngasih jawabannya sekarang.”
“ aku akan tunggu kok la.. yang penting aku sudah tau, kamu sudah nggak marah lagi sama aku.”
“ iya.”     
Beberapa saat mereka habiskan untuk berbincang-bincang di taman itu. Hingga sore menjelang, mereka akhirnya kembali ke kampus.
Di kampus, paula bertemu dengan dika yang hendak pulang.
“ ya ampun la, kamu kemana aja sih? Dari tadi aku cari ke sana ke sini, tapi nggak ada. Kamu ke gedung kosong ya? Ngapain sih kamu ke sana lagi…? Apa kamu nggak takut digondol wewe? Hihihi”
“ apaan sih dik, di sana itu nggak menakutkan kok. Di sana itu dingin, sejuk dan tenang. Emangnya buat apa kamu cari aku? Tadi kan kamu sama ana? Mana ananya?
“ ana? Ow tadi? Iya tadi aku sama ana. Tapi…. Ow aku tau, kamu cemburu ya? Hayo ngaku… hehe”
“ idih, siapa juga yang cemburu! Nggak penting. Lagian bentar lagi aku juga udah nggak jomlo kok.”
Paula mebela dirinya agar dika tidak mengetahui perasaan paula yang sebenarnya.
“ hah? La, sory aku ini masih setia, mana mau aku punya 2 pacar. Maaf banget ya? Kamu nggak marah kan?”
“ ih, GR banget kamu! Siapa juga yang mau dimadu sama kamu! Nggak sudi!!!”
“ lho, lantas siapa donk kalo’ bukan aku? Emang ada yang mau deket sama kamu selain aku?”
Dika sedikit menggoda paula agar sedihnya bisa hilang.
“ ih, jahat banget sih kamu!!! Ya ada lah, walaupun mantan sih..”
“ apa?? Kamu mau CLBK……… aku nggak setuju. Pasti orang itu jahat”
Paula sedikit tersinggung mendengar perkataan dika itu.
“ apa sih maksudmu?”
“ ya, aku nggak setuju! CLBK itu pasti nyengsarain kamu! Nanti kalo’ kamu tersakiti lagi gimana!”
“ itu bukan urusanmu! Ngapain kamu larang-larang aku? Bukannya dulu dengan ana , aku nggak mengganggumu. Kenapa sekarang kamu yang ngelarang aku!!!”
“ itu kan beda! Aku sama ana kan belum pernah jadian sebelumnya… jadi nggak tau kelemahan masing-masing. Kalo mantan itu sudah tau seluk beluk pacarnya. Kalo’ dia mau nyakitin kamu kan mudah.”
“ udahlah, kamu nggak ngerti perasaanku!”
“ apa yang aku nggak ngerti darimu? Aku sudah lama jadi temanmu…”
“ kamu nggak ngerti! Apa kamu tau perasaanku sekarang gimana? Apa kamu tau perasaanku saat kamu jadian sama ana gimana? Kamu nggak ngerti apa-apa!!!”
“ apa sih maksudmu?????”
“ dik, asal kamu tau aja ya, selama ini aku memendam rasa sayang sama kamu. Tapi kamu nggak pernah tau kan?? Itu karena apa!!!! Itu karena aku masih menghargai hubungan kamu sama ana. Tapi apa ini balasanmu atas pengorbananku. Kali ini aku benar-benar ingin mengubah hidupku dik… apa nggak bisa kamu ngerti sedikit saja!...”
Diki terdiam saat mendengar perkataan paula itu. Tiba-tiba paula meneteskan air matanya dihadapan dika.
“ paula… aku…”
“ sudahlah dik, aku ingin sendiri. Aku pulang duluan.”
Paula pun pergi meninggalakan diki di lorong. Sepanjang perjalanan pulang, paula terus melamun. Hingga dia sampai pada tikungan yang ada di pertengahan jalan menuju rumahnya. Dia mengubah  langkahnya yang lebar menjadi kecil. Ia memandang kearah sekitar, tak ada seorang pun di sana. Hanya ada sebuah bangku yang diisi oleh angin. Paula meghampiri bangku itu dan mendudukinya dengan perlahan diiringi oleh rasa yang begitu aneh. Dia melayangkan pikirannya ke masa lampau, di dalam pikirannya tiba-tiba terlintas sosok yang begitu hangat. Sosok itu adalah dika. Entah mengapa walaupun paula mencoba melupakan dika, justru ia semakin mencintainya.
“ paula…”
Paula sangat kaget karena ada sesosok tangan yang menyentuh lembut bahunya.
“ kak andre…”
“ kok kamu ngelamun sih? Nggak baik ngelamun sendirian. Mendingan ngelamun sama aku. Hihihi”
“ kak andre, ngapain di sini?”
“ wah, aku ganggu kamu ya? Ya udah deh, aku pergi aja.”
“ bukan, bukan begitu, kakak nggak ganggu kok. Justru aku senang lihat kakak di sini. Oh iya, aku mau Tanya sama kakak. Tapi kakak jangan marah ya?”
“ ngapain juga aku harus marah? Rugi tau, marah sama gadis cantik seperti kamu.”
“ kak, aku serius.”
“ iya. Mau Tanya apa?”
“ e… apa kakak belum punya cewek? Kan kita memang sudah lama putus. Masak jomblo terus?”
“ yah, memang itu kenyataannya.”
“ kak.”
“ iya iya, sebenarnya aku masih memendam rasa bersalah sama kamu. Jujur, dulu aku sempat coba pacaran sama cewek lain, tapi nggak lama la. Cuma bertahan 1 bulan. Kita sama-sama nggak cocok. Memangnya kenapa sih?”
“ oh, nggak papa kok kak.”
“ ngomong-ngomong apa kamu sudah memikirkan kata-kataku tadi?”
Paula pun terdiam saat andre berkata seperti itu. Ia memandang mata andre yang begitu tulus.
“ maaf kak aku belum bisa jawab.”
Mendengar itu, andre pun agak kecewa. Tapi andre tau, paula butuh waktu untuk merajut kembali hubungannya dengan andre.
“ o. gitu.”
“ kakak nggak marah kan?”
“ o… nggak kok. Kamu nyantai aja. “
Melihat raut wajah andre, paula tidak tega.
“ besok kak. Besok aku kasih jawabannya.”
“ paula, kamu jangan terburu-buru, aku tahu kamu butuh waktu.”
“ terimakasih. Tapi besok aku akan jawab.”
Mereka pun sedikit berbincang-bincang lalu andre mengantar paula pulang. Keesokan harinya saat di kampus, paula bertemu dengan dika.
“ paula, aku mau ngomong sama kamu.”
“ ngomong apa.”
“ aku, aku mau minta maaf sama kamu. Aku nggak tau kalau kamu selama ini…”
“ udahlah dik, aku udah maafin kamu kok.”
“ yang bener? Tapi kok wajahnya masih muram gitu?  Senyum donk”
Lalu paula pun dengan spontan tersenyum.
“ nah, gitu kan manis, oh iya, aku mau minta maaf lagi sama kamu, karena aku nggak bisa peka sama kamu.  Lebih bodohnya lagi, aku jadian sama ana di depan kamu. Maaf ya…?”
“ apaan sih? Aku nggak perlu dikasihani… kamu jadian sama ana, aku juga ikut seneng kok. Jadi nyantai aja ya. Lagian, kan sekarang udah ada kak andre.”
“ kak andre? Mantan kamu?”
“ iya. Kenapa?”
“ nggak papa sih, kalau kamu yakin dia pantas buat kamu, aku pasti dukung kamu.”
“ nah, gitu donk. Ini namanya sahabat. Ok?”
“ sahabat? Punya sahabat jelek gini? Ogah…”
“ ih resek kamu!!! Sini… jangan lari…”
Mereka pun kembali bersenda gurau seperti biasanya. Bel pun berbunyi. Mereka masuk ke dalam kelas. Beberapa saat kemudian, kuliah telah selesai. paula dan dika pun pulang bersama seperti biasanya. Tapi di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan andre.
“ hai paula.”
“ eh kak andre.”
Dika pun segera sadar.
“ ehem, ehem… kayaknya aku jadi obat nyamuk nih. ( sambil senyum ) aku duluan ya…”
“ eh, dik, tunggu donk…”
“ la, kamu pulang aja sama aku.”
Paula terdiam sejenak.
“ i…iya kak.”
Paula pun naik ke sepedah andre. Sepanjang perjalanan, paula terdiam saja. Lalu tiba-tiba andre berbicara.
“  tadi itu siapa la?”
“ oh, itu, itu dika. Sahabat aku.”
“ sahabat? Kalian dekat banget ya? Aku kira dia pacar kamu.”
“ apaan sih kak? “
“ ya maaf. Aku kan nggak tau.”
“ iya. O, iya, aku mau ngomong penting sama kakak.”
“ yah, ngomong aja. Kan kita  hanya berdua……”
“  apaan sih kak. Ini,  aku kan belum ngasih jawaban. Sekarang aku sudah punya jawabannya.”
“ o iya? Apa jawabannya?”
andre pun berhenti dari motornya, dan menengok kearah paula.
“ maaf kak aku nggak bisa.”
Andre pun kecewa mendengar jawaban paula. Namun andre masih berusaha memasang wajah ceria.
“ o gitu. Nggak pa-pa la… kamu nggak usah nggak enak ya sama aku.”
“ ya nggak mungkin lah kak, karena aku nggak bisa menghalangi hatiku untuk suka sama kakak.”
Wajah andre tiba-tiba menjadi riang mendengar perkataan paula yang mengejutkan itu.
“ serius la?”
“ ngapain juga aku bo’ong sama kakak.”
“ yes yes yes… berhasil. Ups sory…… e… aku antar pulang ya…
“ iya.”
Paula pun naik ke motor andre. Dalam hati, paula bergumam,
‘ entah sampai kapan dia dapat menahan perasaannya terhadap dika. Rasa cinta yang benar-benar murni telah hilang. Sekarang dia akan membuka hati lebar-lebar untuk cinta pertamanya yang dulu sempat hilang ini. Dan yang penting sekarang dika tidak dapat lagi menggoda paula, karena sekarang paula telah memiliki tambatan hati.’